Monday, February 20, 2017

Book vs. Movie


Talking about book-based movie  is difficult to not talking about the film . Whether it was because of the limited budgets or maybe the director consider a part as unimportant part , there are some movies that made me disappointed.

I am a fan of Harry Potter series. My favorite book of them are the fourth, the fifth and the seventh book. And among of those movies, the fifth movie was the most disappointed movie for me .

For the book itself, the fifth book is the most thick among others (In my country). But the movie is too simple I think. What I regret about the part of the book that it wasn't adopt into the movie was when Harry showed his feelings of sad, anger, and loss of his Godfather, Sirius. And calmly, Prof. Dumbledore explains all the things I (and maybe other readers) always wonder about why He gave Harry to aunty Petunia even when He knows that she never likes Harry.

I'd love to see how Dumbledore explain it to Harry calmly in the middle of Harry's anger towards him. It would be a contradiction situation, isn't it? But, as what we know, we just could imagine it in our own mind 

I always imagine how Prof. Dumbledore finally explained all to Harry, by himself, not just Harry's perceptions or what He heard from other why He was given to Petunia. The reason that maybe really simple, but full of meaning. Love, blood, family. Either Harry likes it or not, those three things are connect him with his aunt and.. His mom.

I hope every director really pay attention to which part of the book should be adapted to a movie. Or maybe they could survey from the reader first.

Monday, February 6, 2017

[Resensi Buku] Recipes for a Perfect Marriage

Resep Perkawinan Sempurna

Penulis: Kate Kerrigan
Jumlah halaman: 408 halaman
Tahun terbit: 2010
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Format: Paperback
ISBN: 978-979-22-5442-6


Sinopsis versi buku
Kata orang, tidak ada yang namanya perkawinan sempurna. Yang sebenarnya tidak ada, adalah perkawinan yang mudah.

Tressa Nolam, penulis kuliner top di New York, pulang berbulan madu dengan perasaan telah menikahi laki-laki yang salah. Suaminya, Dan, yang luar biasa tampan itu, dinikahinya lebih karena panik, bukan cinta.

Pada tahun 1930 di Irlandia, nenek Tressa, Bernadine, menikah dengan James Nolan, guru sekolah yang pendiam dan biasa saja, setelah keluarga Bernadine tidak sanggup membayar maskawin untuk menikahkannya dengan cinta sejatinya, Michael.

Pada hari pernikahannya, Tressa diberi buku harian neneknya, dan di dalam lembar-lembar isinya, tanpa terduga dia menemukan banyak hal---di antaranya resep-resep untuk selai, roti soda, dan tar rhubarb. Dalam kisah tentang kakek-neneknya, Tressa pun menyadari bahwa ia menemukan resep berharga untuk mewujudkan perkawinan sempurna.

Resensi buku
Pernikahan merupakan keputusan yang penting dalam kehidupan. Setiap orang menginginkan pernikahan sekali seumur hidup. Banyak orang yang mendambakan kehidupan pernikahan yang bahagia dan sempurna namun tidak semua orang mampu mencapainya. Dalam novel ini,  Kate Kerrigan memaparkan beberapa hal yang diperlukan untuk mewujudkan pernikahan yang sempurna.

Sinopsis versi Stellaluna
Tressa Nolan adalah seorang penulis kuliner top di New York. Dengan karirnya yang bagus, soal pernikahan, ia merasa telah menikah dengan laki-laki yang salah. Dan, suaminya, adalah seorang petugas pengurus apartemen di mana Tressa tinggal. Keputusan untuk menikah dengan Dan ia anggap sebagai suatu kepanikan, bukan cinta.

Tressa juga merupakan anak dari keluarga broken home. Ayah dan ibunya berpisah sejak ia kecil. Ia kemudian hidup dan tumbuh bersama nenek dan kakeknya, Bernadine dan James. Kesempurnaan pernikahan pun ia lihat dari kehidupan rumah tangga yang dijalani kakek-neneknya. Namun ternyata ada banyak hal yang tidak diketahui Tressa dibalik kesempurnaan kehidupan rumah tangga yang Tressa lihat pada kakek dan neneknya.

Sebelum pernikahannya dengan Dan dilangsungkan, Ibunya memberikan buku harian neneknya. Buku harian itu berisi resep-resep asli buatan Bernadine dan cerita kehidupannya bersama James. Dari buku harian itu, Tressa memahami bahwa pernikahan yang sempurna tidak hanya membutuhkan cinta.

Buku ini bercerita mengenai kehidupan pernikahan yang dijalani Tressa dan Bernadine, dua wanita dari generasi yang berbeda.
Bab-bab cerita dipisah sebagai hal apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan pernikahan yang sempurna. Tiap awal bab didahului dengan resep masakan yang dibuat Bernadine baru setelah itu dilanjutkan dengan cerita kehidupan pernikahan Tressa dan Bernadine secara bergantian. Bahasa yang digunakan adalah bahasa formal namun tidak kaku.

Pembaca mungkin akan sedikit kebingungan dengan pergantian cerita antara kehidupan Tressa dan Bernadine. Namun, jika pembaca memperhatikan dan lebih peka terhadap alur cerita dan setting yang ada, pergantian penokohan di bab-bab cerita tidak akan menjadi masalah.

Novel ini tergolong novel dewasa karena bercerita mengenai kehidupan rumah tangga. Menurut saya buku ini cocok untuk pembaca kalangan remaja akhir sampai dewasa awal di mana usia pembaca kalangan ini sudah mulai matang untuk menikah. Cerita dalam novel ini memberikan sedikit penggambaran kemungkinan kehidupan rumah tangga yang terjadi.

Sunday, February 5, 2017

Menabung Doa


Saya percaya banyak hal baik yang datang sebagai kafarah dari apa yang kita lakukan atau yang kita pinta sebagai doa di masa-masa yang lalu. Itu yang membuat saya percaya doa pun sebuah tabungan entah akan dikabulkan atau digantikan dengan yang lebih baik.

Saya percaya tidak ada doa yang tidak dikabulkan. Ketika harapan yang kita panjatkan tidak menjadi kenyataan, pasti ada hal yang lebih baik yang akan menggantikan. Meskipun pada awalnya rasa kecewa itu ada, tapi saya belajar untuk melihat hal baik apa yang Allah sisipkan bersama pengganti itu dan itu lebih melegakan daripada terus bertanya-tanya kenapa doa saya tidak dikabulkan.

Ada yang bilang berdoa itu seperti mengayuh sepeda, suatu saat ia akan membawamu pada sebuah tujuan. Atau ada juga yang mengatakan berdoa itu seperti membuat tangga ke langit, awalnya hanya satu anak tangga yang tingginya cuma beberapa senti. Lalu bertambah lagi anak tangga. Seiring semakin rutinnya doa yang kita panjatkan dan semakin banyak yang mendoakan semakin banyak anak tangga yang tersusun dan semakin tinggi tangga itu mengarah ke langit. Suatu saat tangga itu akan menyentuh pintu langit dan membukanya, saat itu pula lah doa akan terkabul.

Dan yang paling membuat saya terharu tentang doa saya rasakan di dalam hadist ini:

Sesungguhnya Allah Maha pemalu dan pemurah. Dia malu bila seorang lelaki mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa. (HR. Abu Daud: 1488 dan at-Tirmidzi: 3556 dan beliau mengatakan: hasan gharib. Dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud dan Shahih at-Tirmidzi).
Hadist tersebut saya interpretasikan sebagai rasa sayang Allah terhadap hambanya yang tidak bosan meminta. Allah saja malu jika ada doa hambanya yang tidak Ia kabulkan tetapi kenapa kita sering tidak tahu malu dengan tidak mau meminta kepada Allah?

Seringkali manusia merasa bisa mengusahakan apa yang ia inginkan, padahal setiap hal yang berhasil kita raih adalah sebuah pemberian dari Allah. Keengganan manusia untuk meminta adalah suatu kesombongan. Jadi, mintalah apa yang kita inginkan karena Allah suka mendengar doa hambanya yang berharap padaNya.

Thursday, February 2, 2017

Hello!



Hai, apa kabar?
Sudah lama kita tak jumpa
Kau tahu, telah banyak waktu berlalu
Kapan terakhir kita bertukar cerita?
Bisakah kita seperti itu lagi?
Aku ingin sekali lagi berbagi

Dulu, ku genggam rapat diriku
Kubangun dinding pertahananku
Kemudian ku buka hitam putihnya padamu
Tapi kau gunakan untuk lemahkanku
Sekarang boleh kutanya sesuatu?
Di mana telah kau kubur hatiku?

Kalau kau mau tahu
Aku sudah baik-baik saja
Tak ada lagi luka menganga
Rasa sakitnya pun telah lama sirna
Tapi dapatkah kau lihat bekasnya?
Tenang saja, suatu saat, itu pun takkan terlihat

Wednesday, February 1, 2017

Judge the Book by Its Cover

imgsrc: we heart itSalah satu hal yang mungkin tidak patut dicontoh oleh seorang pecinta buku dari saya adalah terkadang saya menilai sebuah buku dari covernya.

Kalau banyak orang selalu menekankan "don't judge a book by it's cover" dan menerapkan istilah itu dalam banyak hal, saya, untuk soal buku, masih suka melakukannya. Tapi bukan berarti saya melihat suatu hal dari luarnya saja. Jangan disamaratakan dengan hal lain juga ya.

Cover buku yang menarik masih menjadi daya tarik buat saya. Terkadang judul bukunya bikin penasaran, tapi karena covernya kalah saing sama yang lain, akhirnya saya ambil buku yang covernya lebih menarik perhatian. Entah kenapa senang aja rasanya lihat cover buku yang "eye catching". Bikin semangat bacanya. Iya nggak sih? Atau mungkin juga karena saya perempuan? Jadi maunya cover sebuah buku itu yang indah-indah gitu. Walaupun isinya nggak harus selalu indah . Makanya saya terkadang menyayangkan kalau menemukan buku yang judulnya bikin penasaran, sinopsisnya bagus tapi covernya kurang menarik. Biasanya kalau yang begitu saya cari review-annya dulu di internet. Kalau memang pada akhirnya bikin tertarik baru saya ambil.

Saya juga kurang suka sama buku yang covernya bergambar manusia. Kecuali kalau buku itu sebuah biografi. Atau, gambar manusianya membelakangi cover. Kayaknya itu merusak imajinasi saya tentang penggambaran karakter dalam cerita. Kecuali (lagi) buku itu sudah atau akan difilmkan. Justru itu membantu saya membentuk karakter seperti apa yang ada dalam cerita. Seri Harry Potter, Twilight, Hunger Games atau buku-buku yang sudah difilmkan seperti itu justru memudahkan dalam penggambaran tokoh ketika membaca bukunya.

Tapi, saya juga pernah menyesal membeli sebuah buku karena menilai dari covernya. Ada dua buku pilihan yang saya temukan dengan penulis yang sama. Saya ambil yang covernya lebih menarik buat saya. Setelah saya baca, ternyata saya kurang suka. Ada salah satu karakter, bukan tokoh utama tapi cukup sering muncul. Sifat dari tokoh ini yang paling saya nggak suka. Itu jadi merusak dan membuat saya jadi ogah-ogahan melanjutkan membaca. Kalau saya antusias, buku yang berkisar 300an halaman bisa saya selesaikan dengan mudah. Tapi kalau dari beberapa bab awal sudah ada yang merusak, bisa berbulan-bulan saya selesaikan atau malah justru saya tinggalkan.